Sabtu, 23 Mei 2015

PSIKOLOGI PENDIDIKAN - TEORI BELAJAR



A.Pengertian Teori Belajar
      Belajar merupakan ciri khas manusia yang membedakannya dengan binatang. Belajar yang dilakukan manusia merupakan bagian hidupnya dan berlangsung seumur hidup. Dalam belajar, pebelajar yang lebih penting sebab tanpa pebelajar tidak ada proses belajar. Oleh karena itu tenaga pengajar perlu memahami terlebih dahulu teori belajar, karena membantu pengajar untuk memahami proses belajar yang terjadi didalam diri pebelajar, dengan kondisi ini pengajar dapat mengerti kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar. Macam-macam teori belajar :

1.      Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadapa teori psikologi daya dan teori mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Menurut aliran behaviorisme, bahwa:
1)      The image and memories consist of activites engaged in by the organism. We wake certain responses, we act and this activities are knnown as images.
2)      Behaviorism in psikology is merely the name for that type of investigation and theory which assumes that men’s educational, vocation and social activities can be completely described or explained as the result of same (and other) forces used in the natural sciences.
Didalam behaviorisme masalah matter (zat) menempati kedudukan yang utama. Jadi, melalui kelakuan segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan. Dengan memberikan rangsangan (stimulus) maka siswa akan merespons. Hubungan antara stimulus – respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Dengan latihan-latihan  maka hubungan-hubungan itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory.
2.  Teori Kognitivisme
Teori kognitif adalah teori yang umumnya dikaitkan dengan proses belajar. Kognisi adalah kemampuan psikis atau mental manusia yang berupa mengamati, melihat,menyangka, memperhatikan, menduga dan menilai. Dengan kata lain, kognisi menunjuk pada konsep tentang pengenalan. Teori kognitif menyatakan bahwa prosesbelajar terjadi karena ada variabel penghalang pada aspek-aspek kognisiseseorang. Teori belajar kognitiv lebih mementingkan proses belajar dari padahasil belajar itu sendiri. Belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yangsangat kompleks. Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati.Dari beberapa teori belajar kognitif diatas (khusunya tiga dipenjelasan awal) dapat pemakalah ambil sebuah sintesis bahwa masing masingteori memiliki kelebihan dan kelemahan jika diterapkan dalam dunia pendidikan juga pembelajaran. Jika keseluruhan teori diatas memiliki kesamaan yang sama-sama dalam ranah psikologi kognitif, maka disisi lain juga memiliki perbedaan jika diaplikasikan dalam proses pendidikan. Sebagai misal, Teori bermakna ausubel dan discovery Learningnya bruner memiliki sisi pembeda. Darisudut pandang Teori belajar Bermakna Ausubel memandang bahwa justeru ada bahaya jika siswa yang kurang mahir dalam suatu hal mendapat penanganan dengan teori belajar discoveri, karena siswa cenderung diberi kebebasan untuk mengkonstruksi sendiri pemahaman tentang segala sesuatu. Oleh karenanya menurut teori belajarBermakna guru tetap berfungsi sentral sebatas membantu mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman yang hendak diterima oleh siswa namun tetap dengan koridor pembelajaran yang bermakna. Dari poin diatas dapat pemakalah ambilgaris tengah bahwa beberapa teori belajar kognitif diatas, meskipun sama-sama mengedepankan proses berpikir, tidak serta merta dapat diaplikasikan padakonteks pembelajaran secara menyeluruh. Terlebih untuk menyesuaikan teori belajar kognitif ini dengan kompleksitas proses dan sistem pembelajaran sekarang maka harus benar-benar diperhatikan antara karakter masing-masingteori dan kemudian disesuakan dengan tingkatan pendidikan maupun karakteristik peserta didiknya.

Ciri-ciriAliran Kognitivisme
·                      Mementingkan apa yang ada dalam diri manusia
·                     Mementingkan keseluruhan dari pada bagian-bagian
·                     Mementingkn peranan kognitif
·                     Mementingkan kondisi waktu sekarang
·                      Mementingkan pembentukan struktur kognitif

Belajar kognitif ciri khasnya terletak dalambelajar memperoleh dan mempergunakan bentuk-bentuk reppresentatif yang mewakiliobyek-obyek itu di representasikan atau di hadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yangbersifat mental, misalnya seseorang menceritakan pengalamannya selama mengadakan perjalanan keluar negeri, setelah kembali kenegerinya sendiri.Tampat-tempat yang dikunjuginya selama berada di lain negara tidak dapat diabawa pulang, orangnya sendiri juga tidak hadir di tempat-tempat itu. Padawaktu itu sedang bercerita, tetapi semulanya tanggapan-tanggapan, gagasan dantanggapan itu di tuangkan dalam kata-kata yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

Teori Kognitivisme Menurut Beberapa Tokoh

a. JeanPiaget, teorinya disebut “Cognitive Developmental”
Dalam teorinya, Piaget memandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual danfungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Dalam teorinya, Piage tmemandang bahwa proses berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi intelektual dari konkret menuju abstrak. Piaget adalah ahli psikolog developmentat karena penelitiannya mengenai tahap tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang mempengaruhi kemampuan belajar individu. MenurutPiaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-kemapuan mental yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektuan adalah tidak kuantitatif,melainkan kualitatif. Dengan kata lain, daya berpikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.Menurut Suhaidi JeanPiaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi empat tahap:
Tahapsensory – motor,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 0-2 tahun, Tahap inidiidentikkan dengan kegiatan motorik dan persepsi yang masih sederhana.
Tahappre – operational,yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap inidiidentikkan dengan mulai digunakannya symbol atau bahasa tanda, dan telahdapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
Tahapconcrete – operational,yang terjadi pada usia 7-11 tahun. Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulaimenggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptual pasif. 4. Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang terjadi pada usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahapyang terahir ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola pikir “kemungkinan”. Dalam pandangan Piaget, proses adaptasiseseorang dengan lingkungannya terjadi secara simultan melalui dua bentukproses, asimilasi dan akomodasi. Asimilasi terjadi jika pengetahuan baru yang diterima seseorang cocok dengan struktur kognitif yang telah dimiliki seseorang tersebut. Sebaliknya, akomodasi terjadi jika struktur kognitif yang telahdimiliki seseorang harus direkonstruksi/di kode ulang disesuaikan dengan informasi yang baru diterima.Dalam teori perkembangan kognitif ini Piaget jugamenekankan pentingnya penyeimbangan (equilibrasi) agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuan sekaligus menjaga stabilitas mentalnya. Equilibrasiini dapat dimaknai sebagai sebuah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya.Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.

b. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Bruner.
Berbeda dengan Piaget, Burner melihatperkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan. Bagi Bruner,perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan kebudayaan,terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidakusah ditunggu sampai anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Dengan lain perkataan perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan jalan mengatur bahan yang akan dipelajari dan menyajikannya sesuai dengan tingkat perkembangannya. Penerapan teori Bruner yang terkenal dalam dunia pendidikan adalah kurikulum spiral dimana materi pelajaran yang sama dapat diberikan mulaidari Sekolah Dasar sampai Perguruan tinggi disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif mereka. Cara belajar yang terbaik menurut Bruner iniadalah dengan memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat dihasilkan suatu kesimpulan. (discovery learning).

c. Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel
Yang memandang bahwa Proses belajar terjadijika siswa mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuanbaru yang dimana Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:
1). Memperhatikan stimulus yang diberikan
2). Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakaninformasi yang sudah dipahami.
Menurut Ausubel siswa akan belajar denganbaik jika isi pelajarannya didefinisikan dan kemudian dipresentasikan denganbaik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer adalahkonsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akandipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari.Berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari danyang akan dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secaralebih mudah.

3. Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.

Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri    pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial) disebut pendekatan konstruktivis sosial.  Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).  Dalam pembelajaran matematika, Cobb, Yackel dan Wood (1992) menyebutnya dengan   konstruktivisme sosio (socio-constructivism), siswa berinteraksi dengan guru, dengan siswa lainnya dan berdasarkan pada pengalaman informal siswa mengembangkan strategi-strategi  untuk merespon masalah yang diberikan.  Karakteristik pendekatan konstruktivis sosio ini sangat sesuai dengan karakteristik RME.
 Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri – ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1.        Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan dalam dunia sebenarnya.
2.        Menggalakkan soalan/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai panduan merancang pengajaran.
3.        Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan murid.
4.        Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5.        Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6.        Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7.        Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil pembelajaran.
8.        Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
4. Teori  Humanistik
 Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang disepakati mengenai kata humanistik dala pendidikan. Dalam artikel “What is Humanistik Education?”, Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas, atau guru dapat dikatakan bersifat humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan bahwa ada beberapa tipe pendekatan humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan-pendekatan ini terangkum dalam psikologi humanistik.
Tokoh-Tokoh Teori Humanistik
1.Arthur Combs (1912-1999)
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya. Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkungan besar (2) adalah persepsi dunia. Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
2.Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
Carl Ransom Rogers  (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.

Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien. Rogers membedakan dua tipe belajar, yaitu:
    1. Kognitif (kebermaknaan)
    2. experiential ( pengalaman atau signifikansi)

Sumber :
Slavin, Robert E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Massachusetts:
Allyn & Bacon Publishers.
 http://www.psikologikepribadian1.net/2011/03/teori-belajar-behavioristik-kognitif.2002.

Jumat, 22 Mei 2015

PSIKOLOGI PENDIDIKAN - MOTIVASI BELAJAR

A.    MOTIVASI BELAJAR
a.      Pengertian Motivasi dan Motivasi Belajar
APA MOTIVASI ITU?
Motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku. Artinya perilaku yang penuh energy, terarah dan bertahan lama.[1] Motivasi adalah usaha yang didasari untuk mengerahkan dan menjaga tingkah seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[2]
Sedangkan pengertian dari motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan (Frederick J.Mc.Donald dalam H Nashar, 2004:39). Motivasi belajar juga merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi dan kreatif (Abraham Maslow alam H.Nashar, 2004:42)
Jadi, bisa disimpulkan bahwa motivasi adalah  dorongan atau rangsangan psikologis seseorang untuk belajar secara sungguh-sungguh, penuh konsentrasi sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Contoh :
 Lance Amstrong adalah pembalap sepeda yang hebat tetapi kemudian dia di diagnosis mengidap penyakit kanker pada 1996. Peluang kesembuhannya diperkirakan kurang dari 50% saat pembalap itu mengikuti kemoterapi dan emosinya memburuk. Akan tetapi, lance pulih dari penyakit itu dan bertekad untuk memenangkan lomba tour de france sejauh kurang lebih 2.000 mil, sebuah lomba balap sepeda paling bergengsi di dunia, hari demi hari lance berlatih keras dan terus bertekad memenangkan lomba sepeda itu. Lance kemudia menang lomba balap sepeda tersebut bukan hanya sekali tetapi empat kali menjuarai lomba tersebut.
a.      Perspektif tentang motivasi
Perspektif psikologis  menjelaskan motivasi dengan cara yang berbeda berdasarkan perspektif yang berbeda pula. Di bawah ini di bahas tentang 4 perspektif yaitu behavioral, humanistis, kognitif,sosial.
 a.     Perspektif Humanistik
Perspektif humanistik menitik beratkan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih tujuan mereka. Perspektif ini berhubungan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Hierarki Kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus dipuaskan dalam urutan sebagai  berikut:
b.      Perspektif Kognitif
                  Menurut perspektif kognitif, pemikiran murid akan mengarahkan motivasi mereka. Minat ini berfokus pada ide-ide motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu, atribusi mereka (persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalaan, terutama persepsi bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara efektif.
Jadi, perspektif behavioris memandang motivasi sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif merekomendasikan agar murid diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung-jawab untuk mengontrol prestasi mereka sendiri.
c.       Perspektif Sosial
                  Kebutuhan afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman, yaitu kebuthuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat,keterikatan mereka dengan orangtua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru.
Contoh: Seorang mahasiswa yang senang berteman dengan mahasiswa lain karena teman-temannya yang baik akan termotivasi untuk sering datang ke kampus (kuliah) karena ia merasa nyaman saat dia bersama teman-temannya dan itu dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
d.      Perspektif Behavioral
                   Perspektif behavioral menitik beratkan pada reward dan punishment eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi seseorang. Insentif adalah peristtiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memeotivasi perilaku seseorang. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang baik dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat (Emmer dkk, 2000).[3]
B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI BELAJAR
Ada beberapa faktoryang mempengaruhi proses dan hasil belajar (Ahmadi, 2005), yaitu:
                  a. Faktor raw input (faktor siswa itu sendiri) dimana tiap anak memiliki kondisi                  yang berbeda-beda dalam kondisi sosiologis dan kondisi psikologis.
                  b.   Faktor environmental input (faktor lingkungan) baik lingkungan alami maupun             lingkungan sosial.
                  c.  Faktor instrumental input, yang didalamnya antara lain terdiri dari kurikulum,                program/bahan pengajaran, sarana dan fasilitas serta tenaga pengajar (guru).
                  Motivasi sebagai faktor utama dalam belajar yakni berfungsi menimbulkan,            mendasari, dan menggerakan perbuatan belajar. Motivasi belajar bisa menurun akibat ambisi orang tua atau sistem peringkat di sekolah. Motivasi menggerakan individu, mengarahkan tindakan serta memilih tujuan belajar yang dirasa paling berguna bagi kehidupan idividu. Mempelajari motivasi maka akan ditemukan mengaapa individu berbuat sesuatu karaena motivasi individu yidak dapat diamati secara langsung, sedangkan yang dapat diamati adalah manifestasi dari motivasi itu dalam bentuk    tingkah laku yang nampak pada individu setidaknya akan menjadi mendekati kebenaran apa yang menjadi motivasi individu bersangkutan.[4]
C.    MOTIVASI BERPRESTASI
            Motivasi merupakan suatu istilah yang menunjukkan pada kekuatan tarikan dan     dorongan, yang akan menghasilkan kegigihan perilaku yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Motivasi dan motif sering dipakai dengan pengertian yang sama (Morgan, dalam Sukadji 1993). Menurut Santrock (2007) motivasi adalah proses yang  memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku.
            McClelland (dalam Djiwandono, 2002) mengemukakan bahwa manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya sering sekali dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif tersebut berkaitan dengan keberadaan dirinya sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial yang berhubungan dengan lingkungannya. Motif yang dikemukakan oleh McClelland salah satunya yaitu motivasi untuk berprestasi.
            Motif untuk berprestasi (achievement motive) adalah motif yang mendorong  seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence), baik berasal dari standar prestasinya sendiri (autonomous standars) diwaktu lalu ataupun prestasi orang lain (social comparison standard). McCleland secara terperinci pada teori motivasi berprestasinya yang dikutip Basuki (2007) menyatakan “motivasi berprestasi bermakna suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dengan sebaik- baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji”.
            Berdasarkan uraian diatas motivasi berprestasi yang digunakan dalam penelitian ini            dapat diartikan sebagai motif yang mendorong siswa untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing di bidang akademis dengan suatu ukuran keunggulan (standard of excellence)[5]. Jika disekolah  motivasi berprestasi adalah dorongan pada diri  seseorang baik itu dari dalam ataupun dari luar          untuk melakukan aktivitas berupa belajar dan aktivitas lainnya dengan semaksimal mungkin dan bersaing berdasarkan standar keunggulan agar mencapai prestasi dengan  predikat terpuji atau predikat unggul.
D.    PERANAN ATAU MANFAAT MOTIVASI
            Berikut beberapa peranan atau manfaat motivasi
1.      Sardiman AM (1996 : 86) menjelaskan terdapat (tiga) fungsi motivasi, antara lain :
a.       Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
b.      Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c.       Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
2.      Pandangan lain mengenai fungsi motivasi dikemukakan oleh Kartini Kartono (2002 : 17), bahwa motivasi berfungsi sebagai alasan dasar, pikiran dasar, gambaran dan dorongan bagi seseorang untuk berbuat sesuatu karena motivasi berpengaruh besar sekali terhadap tingkah laku
manusia dalam merealisasikan keinginan-keinginan yang ada pada dirinya.
3.      Sedangkan menurut Djudju Sudjana (2000 : 156) menguraikan tujuan motivasi yang terdapat dalam diri seseorang, sebagai berikut : Motivasi pada dasarnya bertujuan menggerakkan seseorang atau kelompok orang dengan menumbuhkan dorongan atau motive dalam diri orang atau kelompok orang tersebut untuk melakukan tugas atau kegiatan yang diberikan kepadanya sesuai rencana dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa pendapat mengenai Manfaat atau peranan motivasi dalam belajar          di atas, maka  dapat disimpulkan beberapa manfaat motivasi yaitu :
1. Membuat anak bersemangat dalam belajar.
2. Mata pelajaran yang duluhnya tidak disukai murid bias menjadi mata pelajaran yang  
    paling disukainya.
3. Anak menjadi lebih kreatif dalam belajar, misalnya menyusun jadwalnya dengan  
    baik dan benar.
4. Anak menjadi rajin dalam mengerjakan tugas, membaca,menulis dan sebagainya.
5. Membuat anak menjadi lebih aktif.
6. Dengan memotivasi anak kita tidak perlu memaksakan si anak dalam belajar. Karena
    melalui motifasi yang baik dan benar dengan sendirinya si anak akan belajar karena  
   didorong oleh motivasi.
7. Guru tidak perlu menggunakan kekerasan dalam menyuruh anak untuk belajar,
    cukup dengan memotivasi anak tersebut.
8. Tanpa di awasi oleh guru atau pun orang tua si anak dapat belajar dengan baik.
9. Dengan motivasi siswa akan mengetahui dengan jelas makna dalam belajar.
10. Anak akan lebih fokus dalam mengembangkan kemampuannya atau pun bakatnya.
11. Anak akan mengurangi sikap yang kurang menguntungkan atau kurang baik,
      misalnya bermain atau menonton tv.
12. Anak yang gagal mengerjakan sesuatu, tidak akan menyerah dan mencobanya lagi           dengan adanya dorongan motivasi (pantang menyerah). Dengan melihat daftar manfaat atau peranan motivasi itu dapat disimpulkan bahwa ternyata motivasi itu sangat berperan dalam proses belajar. Kita bias bayabgkan kalau dalam proses belajar   tidak ada yang namanya motivasi, siswa akan malas dan tidak bersemangat dalam  belajar.[6]
   Motivasi belajar tidak hanya penting bagi peserta didik akan tetapi penting juga bagi         pendidik. Pentingnya Motivasi Belajar Bagi Peserta Didik Sebagai Berikut :
1.      Menyadarkan kedudukan pada awal belajar , proses dan hasil akhir .
2.      Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar.
3.      Mengarahkan kegiatan belajar
4.      Membesarkan semangat belajar
5.      Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja.
            Manfaat Motivasi Bagi Pendidik :
1.      Membangkitkan , meningkatkan dan memelihara semangat peserta didik untuk belajar sampai berhasil
2.      Mengetahui dan memahami motivasi belajar peserta didik di kelas
3.      Meningkatkan dan menyadarkan pendidik untuk memilih satu diantara bermacam- macam peran
4.      Memberi peluang pendidik untuk “ Unjuk Kerja ”[7]
E.     UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
            Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam  belajar. Oleh karena itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk  memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasibelajar siswa. Berikut ini dikemukakan beberapa petunjuk untuk meningkatkan  motivasi belajar siswa.
            a. Memperjelas Tujuan yang Ingin Dicapai
            Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham kearah mana ia ingin dibawa.          Pemahaman siswa terhadap tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa (Sanjaya, 2009:29). Oleh sebab itu, sebelum proses pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai.
            b. Membangkitkan Minat Siswa
            Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh karena itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan motivasi belajar (Sanjaya, 2009:29). Salah satu cara yang logis untuk memotivasi siswa dalam pembelajaran adalah mengaitkan pengalaman belajar dengan minat siswa (Djiwandono, 2006:365).[8] Pengaitan pembelajaran dengan minat siswa adalah sangat penting, dan karena itu tunjukkanlah bahwa   pengetahuan yang dipelajari itu sangat bermanfaat bagi mereka. Demikian pula tujuan pembelajaran yang penting adalah membangkitkan hasrat ingin tahu siswa mengenai         pelajaran yang akan datang, dan karena itu pembelajaran akan mampu meningkatkan motivasi instrinsik siswa untuk mempelajari materi pembelajaran yang disajikan oleh guru (Anni, dkk., 2006:186).[9]
            c. Ciptakan Suasana yang Menyenangkan Dalam Belajar
            Siswa hanya mungkin dapat belajar baik manakala ada dalam suasana yang            menyenangkan, merasa aman, bebas dari takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-kali dapat  melakukan hal-hal yang lucu.
            d. Mengguanakan Variasi Metode Penyajian yang Menarik
            Guru harus mampu menyajikan informasi dengan menarik, dan asing bagi siswa- siswa. Sesuatu informasi yang disampaikan dengan teknik yang baru, dengan kemasan yang bagus didukung oleh alat-alat berupa sarana atau media yang belum pernah dikenal oleh siswa sebelumnya sehingga menarik perhatian bagi mereka untuk belajar (Yamin, 2009:174). Dengan pembelajaran yang menarik, maka akan membangitkan rasa ingin tahu siswa di dalam kegiatan pembelajaran yang selanjutnya            siswa akan termotivasi dalam pembelajaran. Motivasi instrinsik untuk belajar sesuatu        dapat ditingkatkan melalui penggunaan materi pembelajaran yang menarik, dan juga        penggunaan variasi metode pembelajaran. Misalnya, untuk membangkitkan minat belajar siswa dapat dilakukan dengan cara pemutaran film, mengundang pembicara           tamu, demonstrasi, komputer, simulasi, permaianan peran, belajar melalui radio,      karya wisata, dan lainnya (Anni, dkk., 2006:186-187 : Hamalik, 2009:168).
            e. Berilah Pujian yang Wajar Setiap Keberhasilan Siswa
            Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Dalam pembelajaran, pujian          dapat dimanfaatkan sebagai alat motivasi. Karena anak didik juga manusia, maka dia      juga senang dipuji. Karena pujian menimbulkan rasa puas dan senang (Sanjaya,2009:30 ; Hamalik, 2009:167).
            Namun begitu, pujian harus sesuai dengan hasil kerja siswa. Jangan memuji secara berlebihan karena akan terkesan dibuat-buat. Pujian yang baik adalah pujian yang    keluar dari hati seoarang guru secara wajar dengan maksud untuk memberikan     penghargaan kepada siswa atas jerih payahnya dalam belajar (Djamarah dan Zain, 2006:152).[10]
            f. Berikan Penilaian
            Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka             belajar dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa masing-masing (Sanjaya, 2009:31).
            Penilaian secara terus menerus akan mendorong siswa belajar, oleh karena setiap anak        memilki kecenderungan untuk memmperoleh hasil yang baik. Disamping itu, para    siswa selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus dihadapi dan dipecahkan, sehingga mendorongnya belajar lebih teliti dan seksama (Hamalik, 2009:168).[11]
            g. Berilah Komentar Terhadap Hasil Pekerjaan Siswa
            Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar       yang positif. Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya dengan memberikan tulisan “ bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa (Sanjaya, 2009:21). Penghargaan sangat efektif untuk memotivasi siswa dalam mengerjakan tugas-tugas, baik tugas-tugas yang harus            dikerjakan segera, maupun tugas-tugas yang berlangsung terus menerus (Prayitno,             1989:17). Sebaliknya pemberian celaan kurang menumbuhkan motivasi dalam belajar. Bahkan menimbulkan efek psikologis yang lebih jelek.
            h. Ciptakan Persaingan dan Kerjasama
Persaingan yang sehat dapat menumbuhkan pengaruh yang baik untuk keberhasilan           proses pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan        sungguh-sungguh untuk memperoleh hasil yang terbaik (Sanjaya, 2009:31). Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk bersaing baik antar kelompok maupun antar individu. Namun demikian, persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yeng memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning dapat dipertimbangkan untuk menciptakan persaingan antar kelompok. Selain persaingan antar siswa lebih banyak pengaruh buruknya daripada baiknya terhadap perkembangan kepribadian siswa. Persaingan antara diri sendiri dapat dialakukan dengan cara memeri kesempatan kepada siswa untuk mengenal kemajuan-kemajuan yang telah diucapai sebelumnya dan apa yang dapat dicapai pada pada waktu berikutnya (Prayitno, 1989:22-230). Misalnya guru membuat dan memberi tahu grafik kemajuan belajar siswa.Untuk mengembangkan motivasi belajar, guru harus berusaha membentuk kebiasaan siswanya agar secara berangsur-angsur dapat memusatkan perhatian lebih lama dan bekerja keras (Isjoni, 2008:162). Oleh karena itu,usaha dan perhatian guru yang besar lebih diperlukan untuk membimbing siswa-siswa yang memiliki pencapaian rendah agar mereka memiliki motivasi belajar yang baik.
Disamping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar diatas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya negatif  seperti memberikan hukuman, teguran dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat dan menantang (Sanjaya, 2009:31). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan dengan membangkitkan motivasi dengan cara-cara negatif lebih banyak merugikan siswa. Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya membangkitkakn motivasi dengan cara negatif dihindari.


[1] John W. Santrock, psikologi pendidikan, jilid 2, Jakarta, fajar interpratama mandiri, 2004,hlm 510
[2] Sardiman,A.M.2000.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.Jakarta Grafindo Persada.
[3] John W. Santrock, psikologi pendidikan, jilid 2, Jakarta, fajar interpratama mandiri, 2004, hlm 511-513
[4] Ibid
[5] S Daud. Landasan Teori. 8april 2015. Pukul 22.00 WIB. Chapter II.Pdf
[6] Rante,Hesron Tiku. Peranan Motivasi Dalam Belajar. https://hesronfree.wordpress.com.
Diakses  tgl 10 April 2015 Pukul: 14.40
[7]Anggi,Cahyani dkk. Peranan Motivaaasi Dalam Proses Belajar Dan Pembelajaran. imadiklus.com/peranan-motivasi-dalam-proses-belajar-dan-pembelajaran/Peranan Motivasi dalam Proses Belajar dan
Pembelajaran. Diakses pada tgl 10 April 2015 pukul 15.12
[8] Djiwandono, S.E.W. 2006.Psikologi Pendidikan.Jakarta :Grasindo. hal 365
[9] Anni, Catharina T., dkk..2006. Psikologi Belajar. Semarang :Unnes Press.hal 186
[10] Djamarah, S.B, dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar-Mengajar(Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta. hal 152
[11] Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajara N.Jakarta :PT Bumi Aksara. hal. 168