Sabtu, 13 Juni 2015

MANFAAT EVALUASI BELAJAR

MANFAAT EVALUASI PEMBELAJARAN
BAGI PRESTASI SISWA

Evaluasi pembelajaran merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah kurikulum. Walaupun dalam tatanan kurikulum evaluasi berada di urutan terakhir, evaluasi berperan penting untuk menentukan sukses atau tidaknya proses pembelajaran yang dilakukan selama ini sekaligus mempengaruhi proses pembelajaran selanjutnya. Kata evaluasi berasal dari bahasa inggris “evaluation” yang beraarti proses penilaian. Jika direfleksikan dengan fungsinya di dalam proses pembelajaran maka bisa diambil pengertian evaluasi merupakan suatu proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai keputusan-keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pembelajaran.
Kita sendiri telah sebenarnya telah banyak sekali mengalami manfaat evaluasi pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan di sekolah dasar, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi membuat kita dianggap layak untuk berada pada level sekarang. Hal ini dikarenakan hasil dari evaluasi yang kita lakukan telah memenuhi batas minimum dari tujuan yang telah disusun di awal. Adapun yang masih belum memenuhi batas minimum opsi remedial bisa dilakukan, dan ini merupakan salah satu tujuan evaluasi pembelajaran.
Kita kembali lagi ke definisi evaluasi pembelajaran. Dari definisi yang ada di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa ada beberapa poin penting yang dapat diambil dari rumusan definisi tersebut. Berikut ini sedkit penjabaran tentang poin-poin yang harus ada di dalam suatu evaluasi.
  1. Evaluasi merupakan proses berkelanjutan, hal ini berarti evaluasi adalah proses yang berlangsung terus menerus baik sebelum melakukan proses belajar mengajar atau sesudah proses belajar mengajar bahkan evaluasi juga harus dilakukan selama proses belajar mengajar berlangsung.
  2. Pengumpulan dan penafsiran informasi, hal ini berarti evaluasi harus memiliki tujuan tertentu untuk apa sebuah evaluasi dilakukan.
  3. Untuk menilai keputusan-keputusan, hal ini berarti harus ada standar pengukuran tertentu untuk menyatakan apakah evaluasi proses pembelajaran telah sesuai atau belum sehingga dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan data dan informasi yang dikumpulkan.
Secara umum ada 2 evaluasi yang harus dilakukan dalam mengevaluasi pembelajaran. Yang pertama adalah evaluasi yang dilakukan siswa yakni berupa proses dan hasil (masih ingat kan komponen kurikulum). Dan yang kedua adalah evaluasi yang harus dilakukan oleh guru yakni berupa evaluasi diri sendiri. menjadi salah satu tanggung jawab dari seorang guru tentunya untuk terus mengevaluasi dirinya sendiri dalam melakukan proses mengajar.
Tujuan Evaluasi Pembelajaran
Ada beberapa tujuan mengapa dilakukan evaluasi pembelajaran. Berikut ini beberapa penjelasan singkat tentang tujuan-tujuan evaluasi pembelajaran.
  1. Menentukan hasil belajar siswa berupa angka yang selanjutnya kan menjadi laporan kepada orang tua siswa dan menjadikan acuan penentu apakah siswa naik kelas/tidak naik kelas atau lulus/tidak lulus.
  2. Memberikan fasilitas pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan minat yang dimiliki oleh siswa.
  3. Mengenal latar belakang siswa yang dapat berguna untuk menyelesaikan permaslahan-permasalahan yang dimiliki siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar seperti sebab-sebab kesulitan belajar yang pada akhirnya dapat menjadi input atau masukan bagi tugas BP, bimbingan dan penyuluhan.
  4. Sebagai feedback bagi guru untuk perlu atau tidaknya melakukan remedial.


Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan Islam tidak diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term atau istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna evaluasi. Term-term tersebut adalah:
a. Al-Hisab, memiliki makna mengitung, menafsirkan dan mengira. Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah Swt.:
284. kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Begitu pula dalam QS. Al-Ghasyiyah (88) Ayat 26 yang berbunyi:
26. kemudian Sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.


b. Al-Bala’ , memiliki makna cobaan dan ujian. Terdapat dalam firman Allah Swt.
2. yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,

c. Al-Imtihan, berarti ujian yang juga berasal dari kata mihnah. Bahkan dalam Alquran terdapat surat yang menyatakan wanita-wanita yang diuji dengan menggunakan kata imtihan, yaitu surat al-Mumtahanah. Firman Allah Swt. Yang berkaitan dengan kata imtihan ini terdapat pada surat al-Mumtahanah (60) ayat 10.
10. Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.

d. Al-ikhtibar, memiliki makna ujian atau cobaan/al-bala’. Orang Arab sering menggunakan kata ujian atau bala’ dengan sebutan ikhtibar. Bahkan di lembaga pendidikan bahasa Arab menggunakan istilah evaluasi dengan istilah ikhtibar.
Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti evaluasi secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di dalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Alquran dan Hadis merupakan asas maupun prinsip pendidikan Islam, sementara untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad umat. Term evaluasi pada taraf berikutnya lebih diorientasikan pada makna “penafsiran atau memberi putusan terhadap pendidikan”. Setiap tindakan pendidikan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat dan lingkungan pendidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka peran penilaian dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana keberhasilan pendidikan tercapai. Dari pengertian ini, proses pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan pendidikan. Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk menetapkan keputusan-keputusan pendidikan, baik yang menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun kelembagaan. Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan
Islam bertujuan agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam benar-benar sesuai dengan niai-nilai Islami sehingga tujuan pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai secara maksimal.
Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam evaluasi pendidikan Islam, yaitu: prinsip kontinuitas, prinsip menyeluruh, prinsip obyektivitas, dan prinsip mengacu pada tujuan.  
1.      Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
            Bila aktivitas pendidikan Islam dipandang sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus dilakukan secara kontiniu. Prinsip ini selaras dengan istiqamah dalam Islam, yaitu setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah Swt., yang diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengamalkannya, serta tetap membela tegaknya agama Islam, sungguhpun terdapat berbagai tantangan yang senantiasa dihadapinya.
Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil oleh seseorang menjadi valid dan stabil, sebagaimana diisyaratkan Alquran dalam Surah Al-Ahqaf (46) Ayat 13-14.

13. Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah[1388] Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.
14. mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.

2.      Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab dan sebagainya, sebagaimana diisyaratkan dalam Alquran Surat Al-Zalzalah (99) Ayat 7-8.
 
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.

8. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.


3. Prinsip objektivitas
Objektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subjektivitas dari evaluator. Allah Swt. memerintahkan agar seseorang berlaku adil dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah, 5: 8),
8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


Nabi Saw. pernah bersabda: 
Artinya: “…..Andai kata Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk memotong kedua tangannya”. 
Prinsip ini hanya dapat ditetapkan bila penyelenggara pendidikan mempunyai sifat siddiq, jujur, ikhlas, ta’awun, ramah, dan lainnya.


4. Prinsip mengacu kepada tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu, karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan atau pekerjaan sia-sia.


E. Sistem Evaluasi Pendidikan Islam
 Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang digariskan oleh Allah Swt, dalam Alquran dan dijabarkan dalam Sunah, yang dilakukan Rasulullah Saw. Dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Secara umum sistem evaluasi pendidikan Islam sebagai berikut:
 
1. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi (QS. Al-Baqarah, 2: 155).

2. Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah Saw. kepada umatnya (QS. Al-Naml, 27: 40).

3. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah Swt. terhadap nabi Ibrahim as. yang menyembelih Ismail as. putra yang dicintainya (QS. Al-Shaaffat, 37: 103-107).

4. Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam as. tentang asma` yang diajarkan Allah Swt. kepadanya di hadapan para malaikat (QS. Al-Baqarah, 2: 31).
5. Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk (QS. Al-Zalzalah, 99: 7-8).

6. Allah Swt. dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas (penampilan), tetapi memandang subtansi di balik tindakan hamba-hamba tersebut (QS. Al Hajj, 22: 37).

7. Allah Swt. memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah, 5: 8).

Manfaat Evaluasi Pembelajaran
Ada tujuan juga pasti ada manfaat, berikut ini manfaat dari dilakukannya evaluasi pembelajaran.
  1. Kurikuler, sebagai pengukur apakah tujuan mata pelajaran telah tercapai atau belum.
  2. Instruksional, sebagai alat ukur apakah proses belajar mengajar telah berjalan sesuai rencana.
  3. Placement, melakukan penempatan yang sesuai kepada siswa tentang pembelajaran yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
  4. Diagnostik, sebagai alat diagnostik untuk mengetahui kelemahan siswa dan memberikan solusi penyembuhan atau penyelesaian kepada siswa-siswa yang mengalami kesulitan.
Administratif BP, sebagai input bagi bagian BP untuk membantu mengarahkan siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar.


Guru dalam menjalankan profesinya setiap saat akan selalu bersentuhan dengan kegiatan melakukan tes atau evaluasi kepada anak didiknya. Sebenarnya, ada beberapa jenis tes yang harus dilakukan oleh seorang guru. Jika kita menilik tes berdasarkan waktu pelaksanaannya pada suatu unit pembelajaran, maka tes atau evaluasi dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Tes yang dilaksanakan pada awal pembelajaran.
2. Tes yang dilaksanakan saat proses pembelajaran sedang berlangsung.
3. Tes yang dilaksanakan pada akhir pembelajaran.
Tes yang dilaksanakan di awal pembelajaran disebut juga placement testing (tes penempatan). Tes yang dilaksanakan di akhir pembelajaran disebut juga summative testing (tes sumatif). Sedangkan tes yang dilaksanakan pada saat proses suatu unit pembelajaran sedang berlangsung dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu formative testing (tes formatif) dan diagnostic testing (tes diagnostik).
Pada tulisan saya kali ini, khusus akan membahas lebih detail tentang tes diagnostik (diagnostic test).
Saat seorang guru sedang melaksanakan suatu unit pembelajaran tertentu beberapa anak didiknya  mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan meskipun telah dilakukan program perbaikan (remidial), pada benak seorang guru mungkin akan muncul pertanyaan: "Mengapa anak didik saya tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran? Apakah mereka menemui hambatan/kesulitan? Pada bagian mana letak kesulitan/hambatan itu muncul? Bagaimana cara mengatasinya?"
Nah, pada saat anak didik mengalami masalah/hambatan dalam belajar, dan sedemikian sulit diatasi dengan pengajaran remidial, maka sebaiknya guru memberikan tes diagnostik. Tes diagnostik dimaksudkan sebagai suatu studi yang lebih mendalam mengenai kesulitan belajar anak didik.
Tes diagnostik biasanya adalah sebuah tes yang dibuat dengan jumlah item soal yang cukup banyak pada suatu materi tertentu/spesifik. Item-item soal dibuat dengan sangat sedikit perbedaan variasi dari satu item soal ke item soal lainnya sehingga penyebab kesulitan/hambatan belajar dapat terdeteksi.
Tujuan khusus pembuatan tes diagnostik misalnya untuk menjawab pertanyaan: "Apakah siswa mengalami kesulitan belajar Bahasa Inggris karena mereka tidak mengerti Grammar ataukah karena jumlah kosakata yang mereka miliki terlalu sedikit?" Atau pertanyaan semisal: "Apakah siswa mengalami kesulitan memahami konsep persilangan monohibrib pada pelajaran biologi karena mereka tidak mengerti tentang cara menemukan gamet? Ataukah karena mereka tidak mengerti cara menuliskan diagram persilangan pada papan punnet? Ataukah karena mereka tidak mengerti konsep dominan dan resesif?".
Demikianlah, tes diagnostik memfokuskan tujuannya pada pencarian letak kesulitan anak didik dalam mempelajari suatu materi pelajaran sehingga pembelajaran perbaikan yang akan diberikan dapat menjadi lebih efektif menuju letak permasalahan belajar yang dialami anak didik.
 

PSIKOLOGI PENDIDIKAN - PRESTASI BELAJAR



A.    Prestasi Belajar

1.      Belajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. [1]
Cronbach mengemukakan bahwa learning is shown by change in behaviour as a result of  experience (belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan  tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman). Sedangkan, Geoch, mengatakan : “Learning is a change in performance as a result of practice”(belajar adalah perubahan dalam penampilan sebagai hasil praktek).[2]
Definisi belajar dapat ditinjau dari sudut pandang yang berbeda-beda, diantaranya: 1). Kuantitatif ,(ditinjau dari sudut jumlah, belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa. 2). Institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses “validasi” atau pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari.  Bukti institusional yang menunjukkan siswa telah belajar dapat diketahui sesuai proses mengajar. Ukurannya, semakin baik mutu guru mengajar, semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor. 3) kualitatif (tinjauan mutu) ialah arti-arti memperoleh pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia disekeliling siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.[3]
Pada dasarnya belajar ialah tahapan perubahan perilaku siswa yang felatif positif dan menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.

SumadiSuryabrata menyimpulkan bahwa belajar itu membawa perubahan yang terjadi karena adanya usaha dan mendapatkan keterampilan baru.[4]
Slameto mendefinsikan, belajar  ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.[5] Seseorang itu belajar karena interaksi dengan lingkungannya .belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Belajar adalah sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia  seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan usaha sadar dalam perubahan tingkah laku, yang terjadi karena hasil pengalaman-pengalaman baru sehingga menambah pengetahuan yang ada di dalam diri seseorang.
2.      Prestasi Belajar
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui prestasi yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru.[6]
Winkel (1996) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.[7]
Benyamin S. Bloom, prestasi belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.[8]
Pengertian prestasi belajar sendiri menurut Syaiful Bahri Djamarah adalah hasil yang diperoleh berupa kesan – kesan yang mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar dan diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka.[9]
Slamento Abdul Hadis mengatakan bahwa “belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu dalam memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.[10]
Menurut Muhibbin Syah (2008) prestasi belajar adalah keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.Sedangkan menurut Taulus Tu’u (2004) prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka ynag diberikan oleh guru.[11]
Jadi, prestasi belajar siswa dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Prestasi belajar siswa adalah hasil belajar yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran disekolah.
2.      Prestasi belajar tersebut terutama dinilai oleh aspek kognitifnya karena bersangkutan dengan kemampuan siswa dalam pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintes dan evaluasi.
3.      Prestasi belajar siswa dibuktikan dan ditunjukan melalui nilai atau angka nilai dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa dan ulangan-ulangan atau ujian yang ditempuhnya. 

B.     Evaluasi Prestasi Belajar

 Istilah Evaluasi atau penilaian adalah sebagai terjemahan dari istilah asing “Evaluation”. Dan sebagai panduan, menurut Benyamin S. Bloom (Handbook on Formative and Sumative Evaluation of Student Learning) dikemukakan bahwa: Evaluasi adalah pengumpulan bukti-bukti yang cukup untuk kemudian dijadikan dasar penetapan ada-tidaknya perubahan dan derajat perubahan yang terjadi pada diri siswa atau anak didik.
Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program. Kata lain yang sepadandengan kata evaluasi dan sering digunakan untuk menggantikan kata evaluasi adalah tes, ujian dan ulangan. Istilah evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar para siswa pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) yang kini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN).
Aktivitas belajar perlu diadakan evaluasi . Hal ini penting Karena dengan evaluasi kita dapat mengetahui apakah tujuan belajar yang telah ditetapkan dapat tercapai atau tidak.
Istilah evaluasi sering dikacaukan dengan pengukuran, keduanya memang ada kaitan yang erat, tetapi sebenarnya mengandung titik beda. Menurut Sumadi Surya brata pengukuran mencakup segala cara untuk memperoleh informasi yang dapat dikuantifikasikan. Sedangkan evaluasi menekankan penggunaan informasi yang diperoleh dengan pengukuran maupun dengan cara lain untuk menentukan pendapat dan membuat keputusan-keputusan pendidikan.
Evaluasi dilaksanakan berkenaan dengan situasi sesuatu aspek dibandingkan dengan situasi aspek lain akhirnya terjadilah suatu gambaran yang menyeluruh yang dapat dipandang dari berbagai segi. Evaluasi juga dilakukan dengan cara membanding-bandingkan situasi sekarang dengan situasi yang lampau atau situasi yang sudah lewat.
Adapun aspek-aspek kepribadian yang harus diperhatikan merupakan objek di dalam pelaksanaan evaluasi tersebut, menurut Nasrun Harahap, adalah sebagai berikut:
1.         Aspek-aspek tentang berpikir, meliputi :inteligensi, ingatan, cara menginterpretasi data, pokok-pokok pengajaran, dan pemikiran yang logis;
2.         Dari segi perasaan sosialnya, meliputi: kerja sama dengan kawan sekelasnya, cara bergaul, cara pemecahan masalah, serta nilai-nilai sosial;
3.         Dari kekayaan social dan kewarganegaraan, meliputi: pandangan hidup atau pendapatnya terhadap masalah-masalah social, politik, dan ekonomi.
Aspek-aspek tersebut masih dapat dirinci ke dalam hal-hal yang lebih khusus yang disesuaikan dengan keperluan atau tujuan penilain.

C.    Tujuan dan Prinsip Evaluasi Belajar

1.      Tujuan evaluasi belajar
Pertanyaan pokok sebelum melakukan evaluasi ialah apa yang harus dinilai. Terhadap pertanyaan ini kita kembali kepada unsur-unsur yang terdapat dalam proses belajar-mengajar, yakni tujuan, bahan, metode dan penilaian. Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya (Nana, 1989). [12]
Evaluasi atau penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Adapun tujuan evaluasi dapat diuraikan sebagai berikut: Mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya. Memberikan pertanggungjawaban pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa.
Menurut Anas(1995), tujuan evaluasi pendidikan terdiri atas dua:
a.       Tujuan umum Secara umum, tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu:
1)      Untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang dialami oleh para peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu.
2)      Untuk mengetahui tingkat efektivitas dari metode-metode pengajaran yang telah dipergunakan dalam proses pembelajaran selama jangka waktu tertentu. [13]
b.      Tujuan khusus
Adapun yang menjadi tujuan khusus dari kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan adalah:
1)      Untuk merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan. Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan prestasinya masing-masing.
2)      Untuk mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-cara perbaikannya.

2.      Prinsip evaluasi belajar
Dalam mendesain dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:[14]
a.       Prinsip berkesinambungan (continuity)
Maksud Prinsip ini adalah kegiatan evaluasi dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak  hanya  dilakukan  sekali setahun  atau  persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan memperhatikan peserta didik  hingga ia tamat dari institusi tersebut.
b.      Prinsip menyeluruh (comprehensive)
Prinsip ini maksudnya adalah dalam melakukan evaluasi haruslah melihat keseluruhan  dari  aspek  berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap (domain afektif), maupun  aspek  keterampilan ( domain psikomotor) yang  ada pada masing-masing peserta didik.
c.       Prinsip objektivitas (objektivity)
Maksud dari prinsip ini adalah bahwa Objektivitas artinya mengevaluasi berdasarkan  keadaan  yang  sesungguhnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal lain yang bersifat emosional dan irasional.
d.      Prinsip valididitas (validity)
Validitas  artinya  keshahihan  yaitu  bahwa  evaluasi  yang  digunakan  benar-benar mampu  mengukur  apa  yang hendak diukur  atau  yang  diinginkan. Validitas juga selalu  disamakan dengan  ketepatan, misalnya untuk mengukur partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran bukan dievaluasi dengan melihat nilai ketika ulangan tetapi dilihat juga mulai dari kehadiran, keaktifan dan sebagainya.

D.    Macam-Macam Evaluasi Belajar

Pada prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan berkesinambungan. Oleh karena itu, macam-macamnya pun banyak mulai yang sederhana sampai yang paling kompleks. Diantara macam-macam evaluasi tersebut adalah sebagai berikut: [15]
1.      Pre-test dan Post-test
Kegiatan pretest dilakukan guru secara rutin pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi saraf pengetahuan siswa mengenai materi yang akan disajikan. Evaluasi ini seringkali berlangsung singkat dan tidak memerlukan instrumen tertulis.Post test adalah kebalikan dari pre test, yakni kegiatan evaluasi yang dilaksanakan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan.
2.      Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pretest. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan siswa atas materi lama yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan.
3.      Evaluasi Diagnostik
Evaluasi jenis ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa mendapat kesulitan.
4.      Evaluai Formatif
Evaluasi jenis ini kurang lebih sama dengan ulangan yang dilakukan pada setiap akhir penyajian suatu pelajaran atau modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yamg mirip dengan evaluasi diagnostik, yakni untuk mendiagnosis kesulitan-kesulitan belajar siswa. Hasil diagnosis tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).

5.      Evaluasi Sumatif
Ragam penilaian sumatif dapat dianggap sebagai ulangan umum yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada akhir semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan laporan resmi mengenai kinerja. akademik siswa dan bahan penentu naik atau tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
6.      Ujian Akhir Nasional (UAN)/ UN
Ujian Akhir Nasional ( UAN ) yang dulu disebut EBTANAS ( Evaluasi Belajar tahap akhir Nasional ) pada prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat penentu kanaikan status siswa. Namun UAN dirancang untuk siswa yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenjang pendidikan yakni sejak SD/MI dan seterusnya.
7.      Evaluasi Penempatan
Evaluasi jenis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan setiap siswa, sehingga guru dapat menempatkan siswa dalam situasi yang tepat baginya. Penempatan yang dimaksud dapat berupa sebagai berikut:
a.       Penempatan siswa dalam kelompok kerja;
b.      Penempatan siswa dalam kelas, siswa yang memerlukan perhatian lebih besar dalam belajar ditempatkan di depan, misalnya siswa yang kurang baik pendengarannya. Atau siswa yang  rabun dekat maka ditempatkan di belakang;
c.       Penempatan siswa dalam kepanitiaan di sekolah;
d.      Menempatkan siswa dalam program pengajaran tertentu, misalnya memilih program pengajaran atau keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya.

E.     Kelebihan dan Kelemahan Tes Essay dan Objektif

1.      Tes Subjektif / Uraian
Tes subjektif pada umumnya berentuk essay (uraian). Tes bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.[16] Menurut Asmawi Zaenul dan Noehi Nasution, tes bentuk uraian adalah butir soal yang mengandung pertanyaan atau tugas yang jawaban atau pengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan cara mengekspresikan pikiran peserta tes. Ciri khas tes uraian adalah jawaban terhadap soal tersebut tidak disediakan oleh penyusun soal, tetapi harus disusun oleh peserta tes.[17] Dalam tes uraian bentuk tesnya diawali dengan kata-kata seperti: uraikan, jelaskan, mengapa, bagaimana, dibandingkan, simpulkan, dan sebagainya.
Soal-soal bentuk uraian ini menuntut kemampuan peserta tes untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai daya kreativitas yang tinggi dalam pengerjaannya.[18]

2.      Kelebihan dan Kelemahan Tes Subyektif
a.       Kelebihan-kelebihan Tes Subjektif
1)      Mudah disiapkan dan disusun;
2)      Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-untungan
3)      Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus;
4)      Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri;
5)      Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah yang diteskan.

b.      Kelemahan-kelemahan Tes Subjektif
Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar diketahui segi-segi mana dan dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuasai.
1)      Kurang representif dalam mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya beberapa saja (tebatas);
2)      Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektif;
3)      Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
4)      Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilan kepada orang lain.[19]
5)      Mudah menimbulkan kecurangan dan pemalsan jawaban.[20]

3.      Tes Objektif
Tes Objektif adalah tes yang dibuat dengan sedemikian rupa sehingga hasil tes itu dapat dinilai secara objektif, yaitu dapat dinilai oleh siapapun akan dapat menghasilkan skor yang sama.[21] Karena sifatnya yang objektif ini maka tidak perlu harus dilakukan oleh manusia. Pekerjaan tersebut dapat dilakukan oleh mesin, misalnya mesin scanner.[22]

4.      Kelebihan dan Kelemahan Tes Objektif
a.       Kelebihan-kelebihan Tes Objektif
1)      Tes objektif lebih banyak mengandung segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksa;
2)      Tes objektif lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi;
3)      Dalam pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain;
4)      Dalam pemeriksaan, tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.[23]

b.      Kelemahan-kelemahan Tes Objektif
1)      Membutuhkan persiapan yang lebih sulit daripada tes esai karena butir soal atau item tesnya banyak dan harus diteliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain;
2)      Butir-butir soal cenderung hanya mengungkap ingatan dan pengenalan kembali (recalling) saja, dan sukar untuk mengukur kemampuan berpikir yang tinggi seperti sintesis maupun kreativitas;
3)      Banyak kesempatan bagi siswa untuk spekulasi atau untung-untungan (guessing) dalam menjawab soal tes;
4)      Kerja sama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.[24]


[1] DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia
[2] Sardiman.Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Hal.22 cet.18. Jakarta:Raja Grafindo Persada. 2011
[3] Syah,Muhibbin. Psikologi Pendidikan.Hal.90. Cet.18. Bandung:Remaja Rosdakarya. 2013
[4] Suryabrata, Sumadi. Psikologi Pendidikan. Hal.232 Jakarta:Raja Grafindo Persada
[5] Slamento.Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Hal.2. cet.ke-5. Jakarta: Bhineka Cipta. 2010
[6] DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 895
[7] Winkel, W.S.Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan.Hal.226. Jakarta : Gramedia, 2007
[8] Winkel,W.S.Op.cit hal.26
[9] Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Hal.5.Surabaya : Usaha Nasional, 1994
[10] Slameto.Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi.Hal. 60. Jakarta: Rineka Cipta. 2010
[11] Syah,Muhibbin. Psikologi Belajar. Hal. 91 Bandung:Remaja Rosdakarya.2008
[12] Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosda Karya. 1989.
[13] Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Grafindo Persada.1995.
[14] Mardia Hayati, M.Ag, Desain Pembelajaran, Pekanbaru, Yayasan Pustaka Riau,2009.hal.53
[15] Syah, Muhibbin 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya
[16] Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2002). h. 163
[17] Eko Putro widoyoko, Evaluasi Progam Pembelajaran.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011) h. 78-79
[18] Ibid. h. 79
[19] Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 164
[20] Ngalim Purwanto, Prinsi-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1994). h. 38
[21] Ngalim Purwanto. Op. Cit. h. 35
[22] Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49
[23] Suharsimi Arikunto, Op. Cit. h. 166.
[24] Eko Purwo Widoyoko, Op. Cit. h. 49-50